Wasiat dan Pesan Terakhir Nabi Muhammad SAW di Padang Arafah
CARA LAIN MENDENGARKAN:
Transkrip
Kita perbanyak ibadah kita, mari kita berusaha untuk memaafkan yang telah mencederai, mengganggu kita dan mari kita ikuti apa yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Bagaimana beliau sabar, bagaimana beliau patuh kepada ketetapan Tuhan dan bagaimana beliau-beliau berikhtiar untuk mencapai rida Allah Subhanahu wa ta’ala.
Bismillahirrahmanirrahim.
Para pendengar yang berbahagia, pertama-tama saya mengharapkan kita semuanya mendapat perlindungan dari yang Mahakuasa, kita semuanya sehat menghadapi covid-19 ini.
Pada hari ini saya ingin berbicara tentang haji. Dan haji ini adalah salah satu pilar yang penting di dalam Islam. Selain puasa, salat, menunaikan zakat, haji adalah salah satu ibadah yang cukup berat. Dari itu tidak diwajibkan untuk tiap orang kecuali mereka betul-betul siap finansial, tidak boleh utang, lalu untuk haji dan juga sehat fisik, berarti mempunyai kemampuan yang cukup untuk menjalankan ibadah puasa ini.
Puasa ini sangat erat hubungannya dengan ceritera atau riwayat atau kisah tentang Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Al-Qur’an banyak sekali memberikan ceritera-ceritera kisah-kisah mengenai nabi-nabi untuk dijadikan pelajaran bagi kita dan tentu saja kita diminta untuk mengikuti hal-hal yang baik yang telah dicontohkan oleh para nabi-nabi tersebut.
Dalam Al-Qur’an dikatakan, “Wa kullan naquṣṣu ‘alaika min ambā`ir-rusuli mā nuṡabbitu bihī fu`ādaka”.
Ini ayat ditujukan kepada nabi dan juga ditujukan kepada manusia bahwa, “Kami, Tuhan memberi ceritera kisah-kisah kepada kamu, kisah-kisah rusul, para nabi-nabi untuk memantapkan jiwamu.”
Maksudnya apa? Mendengar ceritera dan kisah nabi-nabi yang terdahulu yang penuh dengan pengorbanan, kesabaran dan kepatuhan, maka hendaknya kisah-kisah itu bisa menjadi pedoman hidup khususnya bagi nabi pada waktu itu yang menghadapi cemoohan, menghadapi hinaan, menghadapi lemparan batu, sampai giginya jatuh dan banyak hal-hal yang sangat menjadikan nabi merasa terganggu.
Jadi, ceritera-ceritera ini untuk menguatkan, memantapkan jiwamu dan bagi orang-orang mukmin, bagi orang-orang yang percaya kepada Tuhan, ini menjadi sebagai wejangan, sebagai nasehat, sebagai anjuran dan sebagai peringatan. Sehingga kalau kita berbicara tentang haji, kita banyak sekali nanti akan berbicara tentang sejarah Nabi Ibrahim dan sejarah Nabi Ismail dan ibu Ismail, Hajar yang penuh dengan pengorbanan.
Di dalam Al-Qur’an disebutkan “Al-ḥajju asy-hurum ma’lụmāt”, haji atau ibadah haji merupakan rangkaian ibadah yang ditetapkan beberapa bulan. Maksudnya, orang bisa berniat haji pada masa yang ditentukan tersebut atau yang sudah dimaklumkan, sudah diketahui karena sebelum datangnya Nabi membawa agama Islam di Jazirah Arabia, musim haji itu juga sudah dikenal oleh orang-orang.
Jadi musim haji itu adalah bulan Syawal. Begitu selesai bulan puasa, Zulkaidah berikutnya, sampai dengan 10 Zulhijah, di mana 10 Zulhijah itu adalah lebaran haji, satu hari setelah mereka yang menunaikan haji berada di padang Arafah.
Disebutkan di dalam Al-Qur’an, “Al-ḥajju asy-hurum ma’lụmāt, fa man faraḍa fīhinnal-ḥajja”, barang siapa yang menyiapkan haji dan menjadi bagian daripada penunaian kewajiban ini, maka “lā rafaṡa wa lā fusụqa wa lā jidāla fil-ḥajj”.
Maka ingatlah bahwa orang-orang yang menunaikan haji itu tidak boleh melakukan tiga hal ini, yang pertama, hubungan suami-istri untuk selama menunaikan ritual haji ini tidak diperkenankan dan “fusụqa” semua bentuk maksiat atau dosa itu juga harus ditanggalkan.
“Wa lā jidāla fil-ḥajj”, dan jangan sampai ada pertengkaran karena pertengkaran ini akan membawa kepada hal yang mencederai haji itu sendiri.
“Wa mā taf’alụ min khairiy ya’lam-hullāh”, karena sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengetahui perbuatan-perbuatan baik dari mereka yang menunaikan haji.
Haji menurut Nabi dan ini juga bagian dari yang harus kita ketahui, orang yang menunaikan haji sebagai prasyarat utama adalah dia harus berada di padang Arafah. Padang Arafah yang tidak jauh dari Mekkah, pada hari sebelum lebaran kata nabi, “al-hajju Arafah”, haji ini adalah bagian utamanya atau tidak sah kalau tidak dilakukan, singgah di Padang Arafah.
Yang juga patut untuk kita ingat bahwa di padang Arafah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memberikan khotbah yang sangat penting dan merupakan khotbah terakhir di hadapan jumlah besar dari umat Islam.
Rasulullah memulai dengan khotbahnya yaitu khutbatul wada’ atau khotbah perpisahan, “ingat baik-baik wahai umat Islam dan dengarkan apa ucapanku karena belum tentu tahun depan kita akan mendapatkan kesempatan yang sama untuk bertatap muka. Mungkin Saya, Nabi Muhammad, Saya rasul, mungkin Saya tidak akan bertemu lagi dengan kalian umat Islam maka ingat bahwa jiwamu, hartamu adalah sakral, adalah suci. Jangan sampai ada diantara kalian yang mencederai, mengganggu jiwa dan harta muslim yang lain karena pada dasarnya umat Islam adalah bersaudara dan umat Islam diwajibkan untuk berbuat baik kepada sesamanya.”
“Hari ini adalah hari yang seharusnya kita memaafkan dan Saya memberi contoh bahwa ada di antara keluarga Saya, keluarga Abbas bin Abdul-Muththalib yang pernah dibunuh oleh –. Saya maafkan pada hari ini dan saya minta agar semuanya yang masih mempunyai hubungan yang sifatnya dan saya minta hari ini adalah hari pengampunan, hari maaf-memaafkan agar jangan sampai ada tuntutan-tuntutan yang belum terselesaikan akan timbul kembali. Hari ini jadikanlah hari yang diselesaikan semuanya.
Mereka yang selama ini memberikan rente atau riba, hendaknya dikembalikan dan jangan sampai ada di antara kalian yang menganiaya saudaranya.”
Dan kemudian Rasulullah berpesan bahwa “baik-baiklah terhadap wanita, baik-baiklah terhadap istrimu, anak perempuanmu. Khusus istri karena Engkau telah menikah dengan amanat Allah kepada kamu dan engkau telah dapat menggauli secara sah dengan istrimu disebabkan karena adanya kalimat-kalimat Allah.” Maksudnya ada akad nikah, jangan sampai menelantarkan mereka karena jahiliah.
Sebelum Nabi datang, tradisi jahiliah tidak menghormati wanita bahkan ada di antara mereka yang membunuh bayi perempuannya karena khawatir kemiskinan.
Dan di samping itu, Beliau menyampaikan ini, “taraktu fiikum amraini”, saya pada hari ini menyatakan bahwa saya telah meninggalkan dua hal bagi kalian semuanya. Apabila kalian konsisten, kalian berpegang teguh kepada kedua ini, maka niscaya kalian tidak akan sesat di dalam kehidupan, yaitu Kitabullah Qur’an dan sunnah Rasulullah atau tradisi atau hadis Nabi Shalallaahu Alaihi Wassalaam.
Dan dari tuntunan Nabi ini, dari pesan Nabi ini, kita khususnya harus berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam yang menghormati pihak lain, tidak mencederai orang lain, tidak mencederai umat Islam dan umat agama lain karena nabi mengatakan bahwa sesuai dengan firman Allah, “lā yazālụna mukhtalifīn”. Bahwa manusia ini senantiasa selalu dalam keadaan berbeda satu dengan lainnya, tetapi perbedaan itu jangan sampai menimbulkan perselisihan apalagi pembunuhan.
Karena Tuhan, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyatakan bahwa, “ilallāhi marji’ukum”, kepada Allah kalian akan kembali. “Fa yunabbi`ukum bimā kuntum fīhi takhtalifụn”, Allah akan menyampaikan siapa di antara kalian yang benar dan siapa di antara kalian yang salah. Sehingga tidak perlu satu golongan menuding golongan lain sesat, menuding golongan lain kafir, menuding golongan lain masuk neraka, karena itu adalah hak prerogatif Tuhan.
Apa yang menjadi keprihatinan umat Islam sekarang adalah perselisihan yang seakan-akan tidak ada ujung pangkalnya dan perselisihan ini sebenarnya tidak perlu ada karena Nabi telah memesankan ada 2 hal yang menjadi pegangan kita, Quran dan Hadis atau sejarah kehidupan Nabi.
Dan kita bisa melihat contoh-contoh baik dalam sejarah kehidupan Nabi khususnya dalam toleransi, khususnya dalam saling menghormati.
Jangan sampai apa yang diperselisihkan disebabkan karena penafsiran-penafsiran.
Mari kembali kepada Quran dan hadis. Kita akan dapati banyak sekali anjuran, banyak sekali ketetapan- ketetapan yang jauh berbeda dengan apa yang kita alami khususnya umat Islam.
Semua mazhab yang ada itu adalah lahir dari sejarah bukan lahir dari Al-Qur’an dan hadis. Kalau kita mau kembali ke Al-Qur’an dan hadis, semua kelompok yang ada ini yang saling menganggap dirinya yang paling benar, itu tidak pernah ada pada masa Nabi.
Maka marilah kita bersama-sama mencari titik temu di antara kita agar kita kurangi ketegangan, kita kurangi hal-hal yang bisa mencederai diri kita dan masyarakat kita khususnya di Indonesia ini. Mari kita bersama-sama membangun negara ini, membangun kesejahteraan bangsa ini dan jangan sampai ego kita mendikte kita untuk mempersalahkan kelompok-kelompok yang tidak sesuai dengan kita.
Sudah ditetapkan oleh Rasulullah bahwa siapa yang kiblatnya Ka’bah dari umat Islam maka dia akan selamat.
Barangsiapa yang percaya kepada Tuhan Yang Esa maka dia akan selamat.
Barangsiapa yang berbuat baik maka Allah akan memberikan ganjarannya berlipat.
Maka marilah pada suasana haji ini, suasana haji atau 10 hari terakhir dari haji ini adalah hari-hari yang sangat berharga bagi kita.
Mari kita perbanyak ibadah kita, mari kita berusaha untuk memaafkan yang telah mencederai, mengganggu kita dan mari kita ikuti apa yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Bagaimana beliau sabar, bagaimana beliau patuh kepada ketetapan Tuhan dan bagaimana beliau-beliau berikhtiar untuk mencapai rida Allah Subhanahu Wa Ta’ala.