Sahabat Nabi yang Meninggalkan Segala Harta Demi Hijrah (Part 4)
CARA LAIN MENDENGARKAN:
Transkrip
Shuhaib mengatakan, “Ambillah harta-hartaku dan ambil pulalah hartaku yang ada di Mekkah, asal kamu lepaskan saya mengikuti Rasulullah Shalallaahu ‘Alayhi Wasallam ke Madinah”.
Alwi Shihab
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Episode yang lalu, kita telah berbicara tentang betapa besar penderitaan Nabi, betapa besar penderitaan pengikut-pengikutNya dan kita tutup dengan 2 nama besar, yaitu Ammar bin Yasir dan Shuhaib ar-Rumi.
Kedua tokoh ini adalah tokoh pendatang, tokoh yang betul-betul mengikuti Nabi. Begitu dia masuk Islam sampai meninggal, kedua tokoh ini dikenal sebagai sangat dekat kepada Rasulullah dan sangat loyal kepada Rasulullah.
Sebagaimana kita ketahui, Rasulullah juga mengalami hal yang luar biasa sama dengan apa yang dialami oleh sahabat-sahabat dekatnya. Ammar bin Yasir adalah keluarga dari Yaman, dari keluarga Qahthani. Ayahnya bersama ibunya berangkat dari Yaman ke Mekkah untuk, waktu itu sebelum Nabi Muhammad diutus, dia datang ke Mekkah dan dia menetap di Mekkah.
Dan dia bekerja pada salah seorang tokoh, Abul Hakkam yang akhirnya dinamai sebagai Abu Jahal, dia bekerja di situ dan pada saat Nabi mengajak masyarakat Mekkah maka Yasir dan istrinya, Sumayyah, dan Ammar anaknya, semuanya mengikuti ajakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Yasir disiksa oleh Abu Jahal dan pembantu-pembantu di keluarga Abu Jahal, sehingga apa yang dialami oleh Yasir dan Sumayyah sangat pedih untuk kita ceritakan. Sumayyah, ibu Ammar dibunuh dengan cara yang keji, demikian juga Yasir dibunuh dengan cara yang keji.
Ammar dipaksa untuk meninggalkan Islam kalau dia menghendaki untuk hidup bersama dengan Abu Jahal. Ammar terpaksa pada saat dia melihat ibunya sudah dibunuh, ayahnya sudah dibunuh, Ammar lalu menyatakan bahwa, “saya kembali ke agama lama dan saya tinggalkan Islam.”
Dia dipaksa untuk memaki Nabi, bahwa Nabi bukanlah seorang utusan Tuhan dan dia lakukan itu semuanya dalam keadaan terpaksa.
Setelah beberapa saat, Ammar datang menemui Rasulullah dan menceritakan apa yang terjadi di hadapan Abu Jahal yang telah membunuh orang tuanya dan dia dipaksa untuk menyatakan hal yang sebenarnya hatinya tidak ingin menyampaikan hal tersebut.
Rasulullah bertanya, “Apakah kamu masih yakin dan apa kamu akan melanjutkan keimananmu terhadap anjuran dan misi. Saya Islam.”
Ammar mengatakan, “benar, ya Rasulullah, saya lakukan itu semuanya karena saya terpaksa.”
Dalam kaitan ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala menurunkan ayat menyangkut keadaan Ammar ini. “Mang kafara billāhi mim ba’di īmānihī”, barang siapa yang meninggalkan ajaran Allah setelah dia menyatakan bahwa dia beriman, dikecam oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tetapi ada pengecualian yaitu, “illā man ukriha wa qalbuhụ muṭma`innum bil-īmāni”, kecuali mereka yang terpaksa atau dipaksa tetapi hatinya tetap dalam keadaan tenang dan tetap beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Luar biasa, Ammar mendapat kehormatan dan diberi jalan untuk tetap beriman kepada Allah karena dia terpaksa menyatakan hal tersebut. Sumayyah, ibunya dikenal sebagai Syahidah, martir pertama dalam Islam.
Ammar kemudian berhijrah ke Madinah dan di Madinah dia dikenal sebagai sahabat yang kuat fisiknya dan ikut secara aktif membangun mesjid pertama di Madinah yaitu Quba. Ammar bin Yasir mengikuti Nabi, mengikuti para sahabat sampai pada usia 91 tahun. Rasulullah pernah bersabda tentang Ammar bahwa surga menginginkan Ammar datang padanya. Artinya, apa yang dia lakukan untuk Islam sangatlah layak untuk dia masuk surga, sehingga surga sendiri menginginkan dia datang.
Dan Nabi juga meramalkan bahwa nanti Ammar akan terbunuh dan yang membunuh dia adalah kelompok al-Baghiyah. Kelompok yang pembangkang terhadap imam, kelompok yang sesat. Itu ramalan Nabi dan ternyata terbukti.
Pada peperangan antara Sayyidina Ali dengan Muawiyah, Ammar berada di pasukan Ali bin Abi Thalib dan beliau terbunuh oleh pengikut Muawiyah bin Abu Sufyan. Patut dicatat bahwa salah seorang sahabat yang bernama Khuzaimah bin Tsabit dari Madinah, Al Ansar, dari pengikut Nabi pada waktu itu berada di medan perang, tetapi beliau tidak mengeluarkan, tidak menghunus pedangnya karena beliau tidak merasa patut untuk berperang terhadap orang-orang seiman.
Tetapi begitu Ammar terbunuh, Khuzaimah bin Tsabit mengatakan bahwa, “saya ingat Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan bahwa pembunuh Ammar ini adalah kelompok yang tidak benar, kelompok yang al-Baghi, atau yangp embangkang terhadap imam. Ini adalah kelompok yang sesat, yang tidak benar.” Maka, pada waktu itu Khuzaimah menghunus pedangnya dan ikut besama Sayyidina Ali.
Hadits ini diriwayatkan oleh banyak sahabat, sehingga Khuzaimah merasa yakin bahwa apa yang dia lakukan adalah hal yang benar.
Ammar bin Yasir juga dikenal sebagai tokoh yang sangat dicintai oleh Sayyidina Umar bin Khattab.
Pada saat Sayyidina Umar dibunuh, sebelum beliau meninggal, dia meminta dari Ammar untuk memimpin mesjid, jadi imam. Begitu dekat, dan begitu besar kepercayaan Sayyidina Umar terhadap Ammar bin Yasir.
Yang kedua, adalah Shuhaib bin Sinan ar-Rumi. Shuhaib ini juga berasal dari suku Arab yang tinggal di Irak. Ayahnya, menurut riwayat ayahnya atau omnya pernah menjadi gubernur di salah satu daerah di Persia, di bawah penguasaan Persia. Dan pada saat pertempuran antara Romawi dan Persia, Shuhaib dan keluarganya ditawan oleh pasukan Romawi dan dibawa ke Roma.
Shuhaib pada waktu itu masih berumur mungkin dibawah 10 tahun dan dia besar di Roma, sehingga namanya walaupun dia orang Arab, namanya dikenal sebagai Shuhaib bin Sinan ar-Rumi, orang Romawi.
Dia sebagai tawanan dan dia akhirnya, sebagaimana tradisi pada masa waktu itu, tawanan menjadi budak dan ada keluarga Arab yang mengetahui bahwa Shuhaib ini asalnya orang Arab. Dia tebus dan dia bawa ke Mekkah.
Di Mekkah, dia ditebus oleh seorang kaya yang bernama Abdullah al-Jad’an dan akhirnya dia hidup bersama Abdullah al-Jad’an. Dan setelah beberapa tahun, dia dibebaskan dari status budak dan karena dia memang pandai dia bisa mengumpulkan harta, dia berdagang, dia mempunyai keahlian dan akhirnya dia menjadi seorang kaya, tetapi bukan dari keturunan yang berarti di Mekkah karena dia adalah orang pendatang.
Shuhaib mengalami penganiayaan, penderitaan karena dia bukan dari kelompok elit. Shuhaib ini mempunyai keahlian memanah. Mungkin sewaktu berada di Roma dia belajar dan dia mempunyai keahlian memanah. Nah, pada saat hijrah dia hijrah setelah nabi berangkat dia juga ikut hijrah, dia pelan-pelan mengumpulkan semua hartanya dan disimpan di suatu tempat di Mekkah dengan harapan nanti kapan dia kembali, dia bisa peroleh kemballi dan apa yang dia bisa bawa dia bawalah.
Dalam perjalan ke Madinah, dia dihadang oleh orang-orang Quraisy yang memang sudah mengintai dan mengetahui bahwa ini orang mempunyai harta. Di perjalanan dia dihadang dan dipaksa untuk memberikan hartanya, semuanya yang ada di Mekkah dan apa yang dia bawa dalam perjalannya ke Madinah.
Shuhaib memberi opsi kepada mereka yang menghadangnya dan mengatakan begini, “saya adalah ahli dalam memanah. Saya masih mempunyai beberapa panah yang bisa saya tunjukkan kepada kalian. Saya tahu kalian akan mati oleh panah saya. Kalau kalian tidak melepaskan saya, maka panah ini saya akan lepas kepada kalian. Paling tidak 1 atau 2 orang akan meninggal.”
Lalu, di situ ada pembicaraan bagaimana supaya kita mencari jalan tengah. Orang-orang Quraisy yang menghadang, Shuhaib mengatakan begini, “kalau kamu serahkan harta-hartamu, baik yang di Mekkah maupun yang kamu bawa sekarang, maka kamu kami lepas untuk berangkat ke Madinah. Tapi kalau tidak maka kami terpaksa akan membunuh kamu.
Shuhaib mengatakan, “Ambillah harta-hartaku dan ambil pulalah hartaku yang ada di Mekkah asal kamu lepaskan saya mengikuti Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam ke Madinah.”
Begitu sampai di Madinah, Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam melihat Shuhaib, Rasulullah lalu menyatakan dengan suara yang keras, “rabihatit tijarah yaa Aba Yahya”, perdaganganmu telah menghasilkan keuntungan wahai Aba Yahya, panggilan dari Shuhaib. Dan Rasulullah menyampaikan hal itu sampai 2 kali.
“Rabihatit tijarah”, kamu telah berdagang dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan kamu memenangkan, kamu mendapatkan keuntungan dari perdagangan tersebut. Karena sebelum Shuhaib tiba ke Madinah, ada ayat yang turun menyangkut Shuhaib ini, “Innallāhasytarā minal-mu`minīna anfusahum wa amwālahum bi`anna lahumul-jannah.” Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala membeli dari Al Mu`min ini. Jiwanya dan hartanya sebagai imbalan mereka akan masuk surga.
Ini ayat menurut ahli-ahli tafsir adalah ayat yang diturunkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam rangka memberi penghargaan terhadap Shuhaib bin Sinan. Shuhaib bin Sinan bersama Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam dan dikenal sebagai sahabat yang sangat loyal, sama halnya dengan Ammar bin Yasir.
Sebagaimana kita ketahui, Ammar dan Shuhaib ini tidak saling mengenal. Perkenalan mereka adalah pada saat mereka berdua datang ke Darul Arqam, di tempat Rasulullah berdakwah secara diam-diam. Di situ mereka bertemu dan saling menyapa. “Kenapa kamu datang?”, kedua-duanya mengatakan, “kami datang untuk menemui Rasulullah dan kami akan menyatakan bahwa kami akan mengikuti perintah Rasulullah dan perintah Allah untuk menjadi bagian dari Islam.”
Untuk sementara saya akhiri di sini dan Insya Allah kita lanjutkan pda episode berikutnya. Berbicara tentang hijrah Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam.
Sekian.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.