Alwi Shihab Menjawab Siapa Ahli Kitab (Part 1)
CARA LAIN MENDENGARKAN:
Transkrip
Interviewer:
Assalamualaikum pak Alwi.
Alwi Shihab:
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Interviewer:
Bagaimana kabarnya pak, sehat?
Alwi Shihab:
Alhamdulillah, sampai sekarang sehat wal áfiat. Alhamdulillah.
Interviewer:
Alhamdulillah. Bapak, saya Aspiyah Kasdini R.A. Senang sekali di sini saya berkesempatan untuk dapat berbincang-bincang dengan bapak. Begini pak, perihal tema Ahlul kitab dan relasinya dengan Islam, ini merupakan tema yang sangat menarik bagi kami anak muda zaman ini, Pak.
Alwi Shihab:
Ya.
Interviewer:
Mungkin tema ini selalu menjadi perdebatan, tidak hanya di masa lampau tapi juga di masa sekarang dan masa yang akan datang, Pak. Oleh karena itu, kami ingin menggali pandangan Bapak tentang bagaimana kita bersikap atas perbedaan kepercayaan dan keagamaan ini, Pak.
Ada 4 pertanyaan mayor yang ingin kami gali dari Bapak perihal Ahlul kitab dan Islam.
Yang pertama Pak, tentang status Ahlul kitab. Ada seorang teman yang bertanya, mengapa bisa disebut Ahlul kitab kalau mereka sudah tidak memegang kitab lagi? Bukannya kitab yang asli sudah tidak ada. Bukankah kalau disebut Ahli kitab itu berarti Nabi Muhammad mengakui kitab yang mereka pegang adalah kitab yang asli. Bagaimana bapak melihat hal ini, Pak?
Alwi Shihab:
Ya, bismillahirrahmanirrahim. Ini pertanyaan menarik, saya berusaha untuk menjawab bahwa Ahlul kitab artinya keluarga kitab. Sama-sama kalau kita membaca di dalam Al-Qur’an, ada Ali Imran. Ali itu juga sebenarnya Ahli jadi Ali. Sama orang berbicara tentang Ahlulbait, keluarga Al bait. Artinya keluarga Rasulullah atau Al Yakub, keluarga Yakub. Jadi Al dan Ahl, itu artinya keluarga.
Kenapa Al-Qur’an memanggil Ahlul kitab sebegai Ahlul kitab? Karena Ahlul kitab ini mempunyai kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi yang telah diutus oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala telah mengutus sekian banyak nabi, sekian banyak rasul, “wa laqad arsalnā rusulam ming qablika min-hum mang qaṣaṣnā ‘alaika wa min-hum mal lam naqṣuṣ”. Telah kami utus rasul-rasul sebelum kamu, wahai Muhammad, di antara mereka ada yang kami sampaikan riwayatnya, ceritanya dan ada juga yang tidak kami sampaikan.
Artinya, Ahlul kitab atau keluarga kitab adalah kelompok yang pernah mendapatkan kitab dari Yang Mahakuasa. Kita ketahui bahwa ada beberapa yang masih dikenal sekarang ini, kitab Taurah, kitab Injil, kitab Al-Qur’an. Al-Qur’an juga dinamakan kitab, “alif lām mīm żālikal-kitābu lā raiba fīh, hudal lil-muttaqīn”, itu Qur’an adalah kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa. Jadi, Ahlul kitab ini termasuk juga sebenarnya Islam karena punya kitab.
Nah, ayat yang saya sebutkan tadi di atas menunjukkan bahwa ada nabi-nabi yang tidak diceritakan di dalam Al-Qur’an. Sekian banyak nabi, sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad, banyak sekali nabi dan kelompok-kelompok yang ada sekarang ini. Disebut juga di dalam Al-Qur’an beberapa kelompok selain orang-orang yang penyembah berhala, ada selain Yahudi, ada Sabi’in. Sabi’in ini adalah kelompok yang keluar dari satu kelompok yang aslinya. Jadi kita juga tidak tahu apakah dia dari kelompok Yahudi, apakah dia dari kelompok pengikut Nabi Nuh, tidak jelas. Dan juga ada Majus. Majus juga, bisa juga dianggap Ahlul kitab karena pada zaman nabi, nabi menerima jizyah atau semacam pajak bagi Ahlul kitab. Al-Majus juga diminta pajaknya oleh nabi pada waktu itu.
Jadi, waktu nabi ditanya apakah mereka Ahlul kitab, ya, mereka pernah punya nabi dan juga nabinya mereka bunuh, lalu kitabnya mereka bakar. Jadi, artinya Ahlul kitab ini adalah kelompok keagamaan yang mempercayai Tuhan Yang Esa.
Interviewer:
Jadi, bukan Ahlul kitab itu yang mengubah-ubah kita, bukan ya, Pak ya?
Alwi Shihab:
Sebenarnya pada zaman nabi sudah ada trinitas yang diakui oleh kelompok Kristen, tetapi tetap saja Al-Qur’an menyapa mereka sebagai Ahlul kitab. “Yā ahlal-kitābi lā taglụ fī dīnikum”, Wahai Ahlul kitab, ini maksudnya ya keduanya Yahudi dan Nasrani, jangan berlebihan dalam agama kamu.
“Wa lā taqụlụ ‘alallāhi illal-ḥaqq”, jangan kamu menyampaikan tentang Tuhan, kecuali yang benar.
“Innamal-masīḥu ‘īsabnu maryama rasụlullāhi”, sebenarnya masih anak Maryam itu adalah utusan Allah.
Artinya, pada masa nabi sudah ada yang mengakui bahwa Al-Masih itu bukan Rasulullah, tetapi bagian dari yang sekarang trinitas, bagian dari substansinya ada substansi ilahi di situ.
Jadi, berarti bukan yang asli-asli pada saat Nabi Isa, tetapi pada masa Nabi juga mereka dipanggil sebagai Ahlul kitab.
Interviewer:
Ya, Pak. Lantas, Pak… Kan sebelumnya Bapak juga menjelaskan bahwa makna Ahlul kitab itu sendiri itu berbeda-beda. Ada yang bilang mereka adalah pengikut Nabi Musa dan Isa sebelum Nabi Muhammad lahir, ada yang bilang mereka adalah Ahlul kitab yang kemudian masuk ke dalam Islam. Nah, jika merujuk pada pendapat-pendapat tersebut, apakah pengikut Nabi Musa dan Isa zaman sekarang bisa dikatakan Ahlul kitab, Pak?
Alwi Shihab:
Kalau Al-Qur’an memanggil mereka Ahlul-kitab, ya kita tentu saja ikut. Kan itu tadi yang saya bacakan, “yā ahlal-kitābi”, wahai Ahlul kitab, jangan berlebihan dalam menjalankan agamamu. Artinya apa? Ahlul kitab yang dianggap oleh Al-Qur’an berlebihan karena terlalu berlebihan menghormati dan mengkultuskan Nabi Isa, sehingga Nabi Isa tidak lagi dianggap sebagai rasul tetapi lebih dari rasul.
Artinya pada saat itu Ahlul kitab ya tetap saja dan kenapa di dalam Al-Qur’an dibagi sebenarnya kelompok-kelompok, ada yang beriman, ada “innallażīna āmanụ wallażīna hādụ” orang-orang Yahudi, “waṣ-ṣābi`īna” orang-orang kelompok Sabi’in, “wan-naṣārā” kelompok Kristen atau pengikut Nabi Isa, “wal-majụsa”, terus “wallażīna asyrakū” dan mereka yang musyrik artinya yang menyembah berhala.
Jadi ini satu per satu disebut di dalam Al-Qur’an. “Innallāha yafṣilu bainahum yaumal-qiyāmah”, nanti yang menentukan, yang memutuskan status satu per satu itu di hari kemudian adalah Allah Subhanahu wa ta’ala. Jadi kita tidak bisa mengatakan bahwa orang Majusi itu pasti masuk neraka atau orang Sabi’in ini sesat, Allah sudah menyatakan bahwa itu adalah hak mutlak prerogatif Tuhan dan Allahlah “yafṣilu bainahum” yang akan memvonis, memberikan penjelasan akhir terhadap mereka.
Nah dari itu, kita sebagai umat Islam menghadapi kelompok-kelompok yang berbeda-beda ini harus berusaha untuk mencari titik temu, jangan kita mencari titik-titik beda dan itu juga perintah Allah Subhanahu wa ta’ala kepada kita.
“Qul” katakan wahai Muhammad, “yā ahlal-kitābi” wahai orang-orang yang memiliki kitab atau keluarga kitab, “ta’ālau ilā kalimatin sawā`im bainanā wa bainakum” mari kita mencari titik temu di antara kita, “allā na’buda illallāha” kita hanya, titik temu itu apa?
Kita hanya beribadah, berbakti, menyerahkan diri kepada Allah dan tidak menyukutukan Allah dengan siapapun. Jadi, artinya kita diminta untuk mencara titik temu bukan mencari titik beda.
Kalau mencari titik beda ujungnya konflik. Mencari titik temu ujungnya pengertian. Itu yang Al-Qur’an mengharapkan dari kita.
Interviewer:
Ya, Pak. Berarti tidak penting siapakah Ahlul kitab itu, Pak, ya… karena kitapun bagian dari Ahlul kitab itu sendiri. Yang penting bagaimana mencari titik temu dari perbedaan yang ada ya, Pak.
Alwi Shihab:
Ya betul titik temu. Dari itu, di dalam episode yang lalu saya ada pertanyaan, apakah orang-orang Ahlul kitab ini masuk surga atau tidak masuk surga? Tidak ada yang bisa memberikan kata putus. Itu semuanya hak prerogatif Tuhan. Nanti kalau kita bisa bahas lebih dalam kalau ada pertanyaan menyangkut itu.
Interviewer:
Ya pak.