“Teteh gak menyangka, orang-orang menih tertarik makan di daun pisang. Menunya katanya Insatagramable…!”, kata Teh Mita. Kenangan makan bersama di atas daun pisang, menginspirasinya untuk membuat menu spesial di bulan ramadhan.
“Semula teteh tak menyangka, usaha rumah makan yang teteh kelola ini sebenarnya hampir mati,’ katanya. Ketika bulan ramadhon kemarin, tiba-tiba omset rumah makan teh Mita bertambah. “Inspirasinya datang dari nasi liwet buah tangan emak,” imbuhnya.
Bagi Teh Mita, doa ibu merupakan kekuatan terbesar di semesta. Di saat-saat kritis, Teh Mita meminta bantuan ibu untuk mendoakannya agar terbuka jalan bagi usahanya. Tiba-tiba saja di bulan ramadhan lalu, ia teringat akan masa-masa kecil di desa. Setiap akhir minggu, Emak biasanya mempunyai menu spesial yang akan dinikmati oleh seluruh anggota keluarga.
“Dulu waktu teteh masih pada kecil-kecil, tiap hari sabtu siang semua orang – Bapak, Emak, Kang Asep, Teh Nita, Teteh, dan Nita wajib berkumpul di ruang tengah untuk makan siang bersama.” Siang itu, di atas ubin sudah terhampar tiga lembar daun pisang. Di atasnya tersaji, nasi liwet, tempe, tahu goreng, ikan asin, kerupuk, lalapan dan sambal terasi terenak buatan Emak. Makanan sederhana, dengan cita rasa luar biasa.
“Mun sederhana, ulah poho ngapikeun nuhun ka Gusti Allah anu geus siapkeun ieu sadayana.” (biar sederhana, jangan lupa mengucap syukur sama Allah yang sudah menyiapkan ini semua bagi kita). Ucapan emak itu pun disambut Bapak dengan doa bersama. Suapan demi suapan terasa sangat nikmat, karena emak menyiapkannya dengan cinta.
Kalau dulu, susah sekali mencari pelanggan. Kalau sekarang, orang kudu reservasi dulu sebelum makan di rumah makan teteh. Alhamdullilah, ternyata doa ibu sangat mujarab. Lebih dari itu, memang cinta ibu yang tertuang di masakannya ternyata bisa dirasakan ke semua orang.”
Foto Ilustrasi : klinikfotografi