Tantangan Hijrah: Belajar dari Penderitaan Nabi Muhammad SAW (Part 3)
CARA LAIN MENDENGARKAN:
Transkrip
Kita di Indonesia kenal sebagai Asyura, hari 10 Muharram dan banyak tradisi-tradisi yang sudah bertahun-tahun di seluruh Indonesia, khususnya di Jawa. Ada sura, yang mana ada makanan khusus dan sebagainya.
Alwi Shihab
Bismillahirahmanirahim.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Hari ini, saya akan melanjutkan perbincangan kita tentang hijrah. Hijrah atau bepergian Rasulullah dari Mekkah ke Madinah. Hijrah merupakan hari dimana kelender Islam, Hijriah, dimulai dengan tepat pada hari Beliau berangkar dari Mekkah ke Madinah.
Hijrah juga karena diawal dari kalender Islam, pada bulan Muharram. Pada bulan Muharram ini, kita mengalami beberapa peristiwa-peristiwa penting di dalam sejarah Islam. Antara lain, bulan suci ini atau bulan Muharram, yang dinamai sebagai Asyhuril Hurum, bulan-bulan suci Muharram, Rajab, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah adalah bulan-bulan yang disepakati dan diperintahkan untuk kita tidak melakukan hal-hal yang bisa mencederai suasana. Karena khususnya bulan Dzulqa’dah yang artinya bulan santai, bulan duduk, dalam menyongsong kedatangan bulan haji, di mana bulan haji dikenal sebagai bulan yang tidak ada permusuhan di situ karena orang-orang di Mekkah ini dan di sekitar jazirah Arabia ini, sering sekali bahkan bagian daripada kehidupan mereka adalah bentrok satu dengan lainnya, baik di Mekkah maupun di Madinah. Di Madinah kita kenal bentrok antara Aus, Khazraj, klan yang utama, dan juga ada kelompok Yahudi. Selalu ada pertikaian-pertikaian. Jadi, maka pada bulan Muharram ini, disepakati dan diperintahkan untuk kita jauh dari itu.
Pada bulan Muharram ini juga ada peristiwa penting yaitu tragedi Karbala, terbunuhnya cucu kesayangan Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam, Sayyidina Al Husain bin Ali. Beliau adalah simbol perlawanan terhadap kezaliman. Beliau dibantai bersama keluarganya di Karbala, daerah di Irak. Dan kita sebagai umat Islam semuanya bersimpati kepada beliau sebagai tokoh yang memperjuangkan keadilan dan berusaha untuk memerangi kezaliman walaupun harus mengorbankan nyawanya.
Kita di Indonesia kenal sebagai Asyura, hari 10 Muharram dan banyak tradisi-tradisi yang sudah bertahun-tahun di seluruh Indonesia, khususnya di Jawa. Ada sura, yang mana ada makanan khusus dan sebagainya.
Umat Islam pada saat ini ada yang memperingati dengan cara yang berlebihan, tetapi di lain pihak ada juga yang tidak begitu menunjukkan hal-hal yang sepatutnya ditunjukkan oleh umat Islam sebagai contoh daripada perjuangan Sayyidina Al Husain. Tentu saja keduanya kita tidak inginkan.
Kita inginkan bahwa kita memperingati dengan cara yang baik. Jangan pula kita melupakan suatu peristiwa yang sangat penting di dalam simbol perjuangan terhadap kezaliman. Itu pada bulan Muharram.
Kita kembali kepada hijrah Nabi, hijrah Nabi dimulai dengan 3 tahun pertama di Mekkah sebagai persiapan-persiapan awal, dilanjutkan dengan 9 tahun fase kedua.
Fase pertama itu adalah fase mengajak keluargaNya, mengajak teman-teman dekatNya untuk mempercayai misi Rasulullah. Kita ketahui bahwa 3 tahun pertama adalah sangat berat untuk memulai menjelaskan kepada masyarakat di Mekkah. Di situ turun perintah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, “Wa anżir ‘asyīratakal-aqrabīn”, peringatkanlah keluargamu yang dekat. Itu selama 3 tahun.
Selanjutnya, banyak sekali penganiayaan terhadap mereka yang mulai cenderung untuk mengikuti Nabi Muhammad Shalallaahu ‘Alayhi Wasallam. Setelah 3 tahun berlalu, ada perintah untuk secara terang-terangan menjelaskan kepada masyarakat, bukan saja kepada keluargaNya, tapi masyarakat pada umumnya di Mekkah yang memiliki sekian banyak suku-suku. Dan akhirnya, Beliau mengalami penderitaan yang luar biasa dengan siksaan-siksaan kepada, baik kepada dirinya apalagi kepada pengikutnya yang tidak mempunyai status tinggi.
Mereka yang disebut sebagai mustadh’afin yang lemah, lemah ekonominya, tidak mempunyai nama keluarga, nama suku, sehingga merekalah yang menjadi bulan-bulanan dan merekalah yang menjadi target daripada penyiksaan.
Ada beberapa ayat yang menggambarkan betapa Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam merasa sangat tertekan dan Allah memberikan berita-berita gembira, menenangkan Beliau, mengatakan bahwa, “Apa yang kamu alami sekarang itu pada dasarnya juga sudah dialami oleh nabi-nabi dan rasul-rasul sebelum kamu”. “Mā yuqālu laka illā mā qad qīla lir-rusuli ming qablik”, apa yang mereka cemoohkan kepada Kamu, apa yang, makian yang dilontarkan kepada Kamu sebenarnya juga telah dilontarkan kepada para nabi sebelum Kamu.
Allah memberi jaminan kepada Rasulullah, “Innā kafainākal-mustahzi`īn”, jangan khawatir, Kami akan memelihara, Kami akan menjaga Kamu dari cemoohan orang-orang Mekkah pada waktu itu.
Allah juga mengetahui betapa perihnya keadaan yang dialami oleh Nabi, bagaimana hatiNya susah karena dianiaya dan mendengar bahwa pengikut-pengikutNya dianiaya. Sehingga Allah menenangkan Rasulullah dan mengatakan, “wa laqad na’lamu annaka yaḍīqu ṣadruka bimā yaqụlụn”, Kami tahu persis bahwa hatiMu, DadaMu sempit, maksudnya susah, galau terhadap apa yang mereka katakan kepada Kamu.
Karena mereka mengatakan, “Kamu ini kalau bukan ahli sihir, maka Kamu ini orang gila. Kamu ini, Muhammad, bukan sesuai dengan namaMu, Muhammad yang terpuji, tetapi Kamu itu madzmum yang tercela.”
Allah Subhanahu Wa Ta’ala tetap mengingatkan kepada Rasulullah agar bersabar terhadap apa yang mereka lakukan, apa yang mereka cemoohkan, apa yang mereka makikan, “waṣbir ‘alā mā yaqụlụna”, sabarlah terhadap mereka terhadap omongan mereka, cacian mereka.
“Wahjur-hum hajran jamīlā”, kamu berusaha untuk meninggalkan mereka, jangan berargumentasi dengan mereka, jangan berdialog karena mereka itu bukanlah orang-orang yang patut untuk diajak bicara.
Wahjur-hum, tinggalkan mereka tapi dengan cara yang baik.
Ada 2 tokoh yang patut untuk kita sampaikan menyangkut bagaimana loyalitas, bagaimana pengorbanan dan bagaimana 2 orang ini, orang pendatang ke Mekkah tidak mempunyai nama, tidak mempunyai kekuatan, kekayaan. Bekerja pada tokoh-tokoh Mekkah yang tidak mendukung Nabi Muhammad, tetapi kedua orang ini mendapat penghormatan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala terhadap apa yang dia lakukan, apa yang dia korbankan dan tekad yang luar biasa untuk menunjukkan loyalitasnya kepada Nabi Muhammad.
Kita akan lanjutkan pada episode berikutnya. Dua tokoh ini yaitu Ammar bin Yasir dan Shuhaib bin Sinan ar-Rumi.
Ammar bin Yasir berasal dari Yaman, yang keluarganya datang ke Mekkah. Shuhaib berasal dari, orang Arab dari Persia, yang ditawan, lalu berangkat ke Mekkah. Dan di Mekkah, mereka berdua menemui Rasulullah secara terpisah, tetapi kebetulan kedua tokoh ini, secara kebetulan bertemu di Darul Arqam, tempat Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam memulai dakwahNya di 1 tempat yang tidak dikenal banyak orang. Kebetulan kedua-duanya datang pada waktu yang sama menemui Rasulullah dan Rasulullah menerima mereka, dan Rasulullah memberkati keinginan mereka untuk menjadi pengikutNya.
Sekian, kita lanjutkan di episode berikutnya.